“Sekarang banyak sekali yang jualan, jadi jualan apapun terasa sepi”. Saya pernah lihat ada kajian yang ditulis, yang intinya menyampaikan hal itu di satu media sosial, kalau tidak salah facebook. Saya sebagai orang yang suka ngeyel, tentu ngeyeli tulisan tersebut. Saya sampaikan, bahwa memang situasi perekonomian sedang sangat tidak pasti. Pas itu baru rame ramenya pilpres. Jadi hiruk pikuk pilpres bikin orang malas untuk berbelanja.
Tapi lalu saya coba amati, di sepanjang jalan saya berkendara setiap harinya, dari rumah ke kantor, ternyata benar adanya. Memang banyak sekali orang yang mulai jualan. Banyak sekali pedagang baru. Mulai dari pedagang barang mentah seperti sayur-sayuran, daging ayam, buah, sampai pedagang barang-barang jadi.
Tulisan kali ini, menyoroti event-event jualan yang seringnya sepi dan sedikit pengunjung. Ya agak-agak berhubungan dengan bagian pembuka tulisan ini.
Pada tahun 2017-2018 saya punya harapan dan impian untuk bisa membuat pasar tiban baru yang meriah, ramai, dan membuat pedagang didalamnya senang karena jualannya laris. Jadi Event organizer (EO) yang mengkhususkan diri untuk membuat pasar tiban.
Lalu karena saya malah sibuk mengerjakan usaha persewaan tenda saya, akhirnya keinginan saya itu tadi belum terealisasi.
Lalu ada pandemi. 2020-2022 jarang sekali ada kegiatan luar ruangan, kumpul-kumpul.
Tahun 2022 lalu ada pasar kangen, pertama dilaksanakan lagi setelah pandemi. Itu ramai sekali. Saya ingat saya menyediakan tenda disana. Saat saya membongkar tenda-tenda yang disewa pedagang disana pas hari terakhir itu, sampah sisa jualan menggunung.
Saat sampah sampai menggunung seperti itu, bisa diartikan kalau orang-orang jualannya laris.
Lalu kembali normal, walaupun sebelumnya diharapkan untuk jadi “new normal”.
Selama 2022-2024 awal, banyak event bazaar dimana-mana. Salah satunya adalah Sunmor di Tugu Jogja. Lalu Sunmor di Politeknik YKPN. Itu event yang saya ikut berpartisipasi didalamnya.
Waktu itu, event-event bazaar masih lumayan ramai. Selain yang dua saya sebutkan tadi.
Tapi lama kelamaan semakin banyak event-event yang hanya bermodal menyediakan kapling atau tanah untuk dipakai jualan. Tanah atau kapling untuk jualan ini, oleh panitianya, dijual ulang kepada para pedagang kecil.
“Banyaknya penjual lapak”
Banyak event yang hanya bermodalkan “kesempatan berjualan”, lalu menawarkannya kepada pedagang-pedagang kecil, dan UMKM.
Padahal pengelola event tersebut tidak menyediakan kegiatan utama yang meriah untuk membuat kegiatan sampingannya, yaitu bazaar, bisa jadi bazaar yang meriah.
Biasanya dalam suatu event, kegiatan jualan itu hanya sampingan, tetap harus ada daya tarik lain yang membuat banyak orang datang mengunjungi event tersebut.
Pasar malam misalnya, mereka mengutamakan adanya wahana permainan kepada calon pengunjung.
Atau event haul pesantren atau pengajian, yang diutamakan ya pengajiannya. Kegiatan jualan hanya sebagai sampingan.
Nah yang bikin runyam, justru banyak pihak yang lalu merasa bisa cari uang dengan cara jualan lapak hanya dengan bermodal sudah mengantongi izin menggunakan tempat. Mereka tidak menyediakan kegiatan utama yang diharapkan dapat menyedot pengunjung atau masa. Tidak ada nya pengunjung, ya event sampingannya seperti bazaar atau pasar tiban juga tidak akan ramai.
Pernah dulu saya menyediakan tenda untuk satu sekolah. Mereka memesan beberapa tenda. Untuk dijadikan perlengkapan jualan bagi pedagang yang akan meramaikan kegiatan mereka. Mereka mau mengadakan pengajian, tapi ternyata hanya berhasil mengundang sedikit orang.
Begitu juga dibuat acara jalan sehat, atau lari, marathon, disediakan juga space untuk pedagang kecil berjualan, namun ternyata eventnya hanya berlangsung sebentar, hanya beberapa jam saja.
Hal-hal seperti ini berlangsung sangat sering pada periode 2023-2025 ini. Akibatnya?
Banyak pedagang kecil yang kapok untuk ikut gabung event yang menawarkan space jualan.
Apalagi kalau event nya tidak meyakinkan, atau baru berlangsung pertama kali, atau terkesan mendadak. Jika lalu panitianya menyediakan space untuk jualan bagi pedagang kecil atau UMKM, sangat sedikit UMKM yang mau bergabung di event tersebut.
Kok bisa gitu? Ya karena pelaku UMKM juga belajar. Mereka niteni, mereka kapok untuk ngisi stand buat acara yang persiapannya terkesan mendadak. Atau stand di acara yang acara utamanya kurang sip.
Lanjut ke PART II ya..